Saat para calo masih sibuk membujuk calon penumpang, sebuah mini bus berhias grafiti lebih cepat terisi daripada angkutan lain yang masih mengetem. Pasalnya, minibus itu dilengkapi wi-fi gratis. Matatu, demikian angkutan umum itu dikenal dalam bahasa Swahili, ialah salah satu percobaan Safaricom Ltd di Nairobi, Kenya, untuk menghubungkan masyarakat dengan internet. Setelah mendapat tempat duduk, seorang penumpang bernama Mwenda Kanyange segera menulis status pada akun Facebook. Kegiatan berselancar di internet menemaninya dalam perjalanan pulang melewati jalanan Nairobi yang macet.
“(Perjalanannya) membosankan. Untung ada wi-fi,“ ujar mahasiswa berusia 23 tahun itu, seperti dikutip Wall Street Journal, Senin (14/4).
Perusahaan teknologi kelas dunia tengah berupaya menjaring miliaran penduduk yang hidup tepat di bawah kelas menengah, termasuk yang tinggal di Afrika.
Menurut data International Telecommunication Union, hanya sekitar 16% dari semiliar warga Afrika yang terhubung dengan internet. Angka itu jauh lebih kecil ketimbang Asia (32%) dan negara-negara Arab (38%).
Namun, Afrika merupakan kawasan yang mencatatkan pertumbuhan paling pesat dalam urusan penggunaan internet lewat telepon. Penetrasi mobile bandwidth (pita lebar bergerak) di benua itu naik dari 2% menjadi 11% pada 2010.
“Angka itu bergerak terus naik,“ ujar Erik Hersman, pendiri situs crowdsourcing dan inkubator teknologi di Nairobi. Kunci pertumbuhan ialah menyingkap cara membuka akses internet kepada masyarakat yang merasa percakapan telepon sangat mahal.
Tidak banyak tempat di Afrika yang lebih menarik ketimbang Kenya untuk merintis perusahaan bidang teknologi. Pemerintah setempat mengklaim separuh dari 40,7 juta penduduk memiliki akses internet. Namun, fasilitas wi-fi cenderung berkutat di kawasan mewah seperti bandara atau rumah makan mahal.
Pada matatu yang ditumpangi Kanyange, hanya sekitar setengah dari 20 penumpang yang mengakses internet. Seorang pekerja rumah tangga berusia 24 tahun yang duduk tidak jauh dari Kanyange mengatakan tidak memiliki alamat daring, apalagi akun Facebook.
Orang seperti pekerja rumah tangga tersebut justru menjadi incaran Safaricom yang ingin agar mereka dapat mengakses internet melalui program Vuma Online. Vuma dalam bahasa Swahili berarti `bertiup dengan kuat dan cepat'.
Perusahaan Kenya itu berharap penempatan wi-fi dapat mempertemukan pemula dan pencinta teknologi. Safaricom mengatakan rela menerima kerugian pada periode awal ini.
“Kami mencari lokasi orang yang berpotensi menjadi pelanggan dan mereka adalah penumpang matatu. Sebagian besar pelanggan kami menghabiskan waktu 2-3 jam di jalan pulang-pergi,“ ujar Gideon Karimi, manajer pemasaran internet di Safaricom.
Program perusahaan tersebut telah menjangkau 3.000 matatu dan bus di seluruh negeri dari hanya 20 unit saja pada 2012. (WSJ/E-1/MEDIA INDONESIA, 15/04/2014, HALAMAN : 17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar